Risalah Harian Ramadhan ke-19
8 Asnaf penerima Zakat
Oleh: Junaedi Putra, S. Pd. S. Ag.
Hari ini kita akan mengkaji tentang siapa saja yang berhak mendapatkan zakat. Harta zakat berbeda dengan sedekah, infaq, dll. Adapun sedekah kita bisa berikan kepada siapapun dan untuk urusan apapun selama itu berkaitan dg kemaslahatan ummat seperti membangun masjid, membangun irigasi, membuat penampungan anak yatim, dll. Adapun zakat dibatasi hanya untuk 8 asnaf/ 9 golongan yg berhak menerimanya. Selain 8 golongan tadi maka tidak berhak menerimanya. Perbedaan lain adalah untuk sedekah bisa diberikan kepada siapapun dan sifatnya sukarela karena hukumnya sunnah. Sementara zakat diambil oleh amil zakat yg ditunjuk oleh negara dan didistribusikan sesuai dengan program yg mereka buat ke 8 asnaf itu sesuai dengan prioritas dalam menyelesaikan permasalahan ummat yang fokus utamanya adalah menyelesaikan masalah mendesak yg dihadapi ummat dan mengubah orang yg mustahiq menjadi muzakki melalui program pemberdayaan ummat sehingga setiap tahunnya jumlah mustahiq semakin berkurang.
Allah subhanahu wata’ala berfirman
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkandan menyucikan mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah, 9: 103)
Melalui ayat ini Allah menegaskan akan arti pentingnya amil dalam pengumpulan zakat. amil yg dimaksud adalah amil yg ditunjuk resmi oleh negara atau lembaga zakat yg mendapatkan izin resmi dari negara. Maka yg seharusnya terjadi bukanlah setiap masjid secara mandiri menunjuk amil yg tidak resmi melainkan setiap masjid bekerja sama dengan lembaga zakat dalam pemungutan zakat dan pendistribusian zakat. Jika dikhawatirkan masyarakat sekitar tidak "kebagian jatah" maka bisa disepakati terkait program apa yg akan diberikan untuk masyarakat sekitar masjid sehingga pendistribusian lebih mengena.
Al faqir tak jarang melihat laporan pendistribusian zakat yg diberikan lebih dari 50% hanya untuk amil yg bahkan amil ini pun tidak resmi ditunjuk oleh negara sementara untuk faqir miskin hanya 20%. Kekeliruan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini.
"Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya untuk mengambil zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka melalui zakat itu. Pengertian ayat ini umum, sekalipun sebagian ulama mengembalikan damir yang terdapat pada lafaz amwalihim kepada orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka dan yang mencampurbaurkan amal saleh dengan amal buruknya. Karena itulah ada sebagian orang yang enggan membayar zakat dari kalangan orang-orang Arab Badui menduga bahwa pembayaran zakat bukanlah kepada imam, dan sesungguhnya hal itu hanyalah khusus bagi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Mereka berhujah dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala diatas.
Pemahaman dan takwil yang rusak ini dijawab dengan tegas oleh Khalifah Abu Bakar As-Siddiq dan sahabat lainnya dengan memerangi mereka, hingga mereka mau membayar zakatnya kepada khalifah, sebagaimana dahulu mereka membayarnya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam hingga dalam kasus ini Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu pernah berkata: Demi Allah, seandainya mereka membangkang terhadapku, tidak mau menunaikan zakat ternak untanya yang biasa mereka tunaikan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, maka sungguh aku benar-benar akan memerangi mereka karena pembangkangannya itu."
Merekalah yg dikenal sebagai mani'uzzakah yaitu orang yang menolak membayar zakat kepada Abu Bakar sebagai Kholifah dengan alasan zakat itu hanya khusus diberikan kpd Rasulullah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60)
Ayat ini adalah satu satunya ayat dalam Al Qur'an yang bicara tentang 8 asnaf.
Orang kaya dan orang yg mampu menafkahi dirinya sendiri dan bukan orang miskin dilarang menerima zakat.
لاَ حَظَّ فِيهَا لَغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ مُكْتَسِبٍ
“Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan dan tidak pula bagi orang yang kuat untuk bekerja.”(HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro, 6: 351.)
Dalam hadits lain.
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ وَلاَ لِذِى مِرَّةٍ سَوِىٍّ
“Tidak halal zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi fisiknya sempurna (artinya: mampu untuk bekerja, pen)” (HR. Abu Daud no. 1634, An Nasai no. 2597, At Tirmidzi no. 652, Ibnu Majah no. 1839 dan Ahmad 2: 164)
Jika ia memiliki harta yang mencukupi diri dan orang-orang yang ia tanggung, maka tidak halal zakat untuk dirinya. Namun jika tidak memiliki kecukupan walaupun hartanya mencapai nishob, maka ia halal untuk mendapati zakat. Oleh karena itu, boleh jadi orang yang wajib zakat karena hartanya telah mencapai nishob, ia sekaligus berhak menerima zakat.
Besar zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin adalah sebesar kebutuhan yang mencukupi kebutuhan mereka dan orang yang mereka tanggung dalam setahun.
Adapun 8 asnaf tersebut adalah:
1. Fakir; Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin; Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3. Amil; Mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda.
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِىٍّ إِلاَّ لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِىِّ
“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.” (HR. Abu Daud no. 1635)
Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan, “Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.”
Amil diberikan sebagaimana upah hasil kerja kerasnya
4. Mu'allaf; Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah.
Contoh dari kalangan muslim:
Orang yang lemah imannya. Ia diberi zakat untuk menguatkan imannya.
Pemimpin di kaumnya yang lantas masuk Islam. Ia diberi zakat untuk mendorong orang kafir semisalnya agar tertarik pula untuk masuk Islam.
Contoh dari kalangan kafir:
Orang kafir yang sedang tertarik pada Islam. Ia diberi zakat supaya condong untuk masuk Islam.
Orang kafir yang ditakutkan akan bahayanya. Ia diberikan zakat agar menahan diri dari mengganggu kaum muslimin.
5. Hamba sahaya; Budak yang ingin memerdekakan dirinya.
(1) pembebasan budak mukatab, yaitu yang berjanji pada tuannya ingin memerdekakan diri dengan dengan syarat melunasi pembayaran tertentu,
(2) pembebasan budak muslim,
(3) pembebasan tawanan muslim yang ada di tangan orang kafir.
6. Gharimin; Mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan jiwa dan izzahnya.
Pertama: Orang yang terlilit utang demi kemaslahatan dirinya.
Syaratnya: Muslim, Bukan termasuk ahlu bait, Bukan orang yang bersengaja berutang untuk mendapatkan zakat, bukan dalam rangka maksiat, Utang tersebut mesti segera dilunasi, Bukan orang yang masih memiliki harta simpanan untuk melunasi utangnya.
Kedua: Orang yang terlilit utang karena untuk memperbaiki hubungan orang lain.
إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِثَلَاثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ بِحَمَالَةٍ بَيْنَ قَوْمٍ فَسَأَلَ فِيهَا حَتَّى يُؤَدِّيَهَا ثُمَّ يُمْسِكَ
“Sesungguhnya minta-minta (mengemis) itu tidak halal kecuali bagi tiga orang; pertama, yaitu orang laki-laki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta).” (HR. An Nasai no. 2579 dan Ahmad 5: 60)
Ketiga: Orang yang berutang karena sebab dhomin (penanggung jaminan utang orang lain). Namun di sini disyaratkan orang yang menjamin utang dan yang dijamin utang sama-sama orang yang sulit dalam melunasi utang.
7. Fisabilillah; Mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya.
Pertama: Berperang di jalan Allah.
Kedua: Untuk kemaslahatan perang. Seperti untuk pembangunan benteng pertahanan, penyediaan kendaraan perang, penyediaan persenjataan, pemberian upah pada mata-mata baik muslim atau kafir yang bertugas untuk memata-matai musuh.
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi memperluas definisi fii sabilillah dengan usaha apapun yang dilakukan untuk menegakkan agama Allah.
Misalnya, Zakat tidak boleh digunakan untuk membangun ataupun merenovasi masjid, namun jika di suatu daerah yg banyak kaum muslimin yg dhuafa dan tak ada masjid disitu dinegri minoritas muslim dan mereka tak mampu membangun masjid maka boleh menggunakan dana zakat untuk membangun masjid karena termasuk fii sabilillah.
Contoh lain, di tempat yg sangat sedikit adanya penerbitan buku Islam, dan kaum muslimin belum mampu membuat penerbitan buku Islam, maka boleh menggunakan uang zakat untuk membuatnya.
Demikian pula usaha apapun yang berkaitan dengan menegakkan kalimat Allah maka boleh menggunakan uang zakat.
Itulah hasil ijtihad beliau, terlepas dari setuju atau tidak, kita tetap perlu menghormati pendapat beliau sebagai mujtahid.
Yang tidak termasuk kategori fii sabilillah adalah zakat untuk ustadz. Ustadz bukan termasuk 8 asnaf manapun sehingga tidak berhak mendapatkan zakat. Kecuali ustadz itu dalam kondisi miskin, maka zakat diberikan karena kemiskinannya bukan karena keustadzannya.
8. Ibnus Sabil; Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada Allah.
orang asing yang tidak dapat kembali ke negerinya. Ia diberi zakat agar ia dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Syarat:
(1) muslim dan bukan termasuk ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),
(2) tidak memiliki harta pada saat itu sebagai biaya untuk kembali ke negerinya walaupun di negerinya dia adalah orang yang berkecukupan,
(3) safar yang dilakukan bukanlah safar maksiat.
Wallahu a'lam bisshowwab