Khutbah Jumat 23 April 2021

Rusdiansyah • 24 April 2021

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Alhamdulillah, di hari jum’at kedua bulan Ramadan ini, Allah senantiasa mengaruniakan taufiq dan inayah-Nya kepada kita semua, mudah-mudahan kita bisa melaksanakan kewajiban puasa dan amalan-amalan Ramadan kita dengan baik dan sukses. Maka dari mimbar jum’at ini, khatib mengingatkan, agar kita semua berusaha meraih kesuksusaan dalam berpuasa Ramadan, yaitu mendapatkan predikat taqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya.

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Seluruh kaum mikminin yang menjalani puasa di bulan Ramadan, pasti berharap – dengan sepenuh iman – untuk mendapatkan kesuksesaan dalam puasanya. Dan hal itu bukan berupa materi, namun berupa sesuatu yang jauh lebih bernilai dari sekedar harta benda. Tidak lain adalah rahmat dan pengampunan dari Allah. Sebab orang beriman percaya, jika hidup ini jauh dari rahmat dan pengampunan-Nya, hari-harinya akan penuh dengan kegalauan dan kegelapan. Hidupnya akan suram dan jauh dari keberkatan. Maka Ramadanlah waktu terbaik untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan hidup baik untuk dunia mau pun akhirat.

Maka dalam khutbah kali ini, khatib akan menerangkan “Tiga Makna Tarbiyah (Pendidikan Diri) di Bulan Ramadan.”

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Salah satu sebutan untuk bulan Ramadan adalah syahrut tarbiyyah (bulan Tarbiyyah / Pendidikan Jiwa). Sebab selama bulan Ramadan, semangat tarbiyah (pendidikan jiwa) yang mencakup tiga makna, yaitu: tazkiyyah (pembersihan), tarqiyyah (peningkatan diri) dan wiqayah (penjagaan) benar-benar ada. Dengan melaksanakan semangat tarbiyah (pendidikan jiwa) selama bulan Ramadan ini, in sya Allah kita akan meraih kesuksesan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat.

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Pertama: Tarbiyyah (Pendidikan Jiwa) dalam arti Tazkiyyah (Pembersihan Jiwa):

Tidak seorang pun ulama’ yang mengingkari fungsi puasa, apalagi puasa Ramadan, sebagai sarana terpenting untuk pembersihan jiwa. Sebab puasa itu bukan sekedar meninggalkan makan, minum dan bercampur dengan istri dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari; bahkan orang berpuasa harus menjauhi dari segala keburukan lahir mau pun batin. Jika tidak maka, tidaklah yang dia peroleh dari puasanya selain lapar dan dahaga, dan dari sholat tarawikh-nya selain capek dan lelah saja.

Sebagaimana sabda Rasulullah, saw. : ُ َّسَهَّ ا ال َّ ا ل هِ امِ َ ي ِ ْن ق ُه مِ َس لَ ْ ي ٍِ لَ ِ ب َقائ َّ ُ َر ُجو ُع و ْ ا ال َّ ا ل هِ امِ َ ْن ِصي ُه مِ َس لَ ْ ي ٍِ لَ ِ ب َصائ َّ ُ ر

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, tidaklah yang dia dapatkan dari puasanya selain rasa lapar, dan banyak orang yang melakukan qiyam (sholat lail atau tarawikh), tidaklah yang dia dapatkan selain capeknya begadang.” (Hr. Turmudzi dan Ibnu Majah)

Kenapa orang berpuasa akan tetapi tidak mendapatkan pahala? Sebab dia belum menjalankan tazkiyyah (pembersihan diri) yang sebenar-benarnya dalam puasanya. Dia berpuasa, namun maksiat dengan mulut, dengan mata, dengan organ tubuh lainnya tetap dijalankan. Dia berpuasa, namun korupsi tetap dilakukan. Sehingga Syaikh Muhammad al-Ghozali, pernah mengatakan dengan keras, “Ada orang yang takut kemasukan setetes air ke dalam kerongkongannya karena takut batal puasanya, namun dia tidak takut dengan uang haram hasil korupsi dan tidak takut api neraka yang akan membakarnya.

” Rasulullah, saw. bersabda: َس ” ْ َفَلي َ َمَل بِهِ ْع ال َ َجْه َل و ْ ال َ زورِ و ُّ ْو َل ال َد ْع َق َ ِْ ي َ ْن لَ َ م ُه اب َ َشَّ َ َ ُه و ام َ َد َع َطع َ ِْ ي ِي ا ٌَِة ف َحا هِ َّ ل ل “ رواه البخاري. ِ

Artinya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan sia-sia (dusta, cacian, adu domba dan kebatilan yang lainya), kebodohan dan bersikap bodoh, maka tidaklah Allah membutuhkannya untuk dia tinggalkan makan dan minumnya.” (Hr. Bukhari)

Oleh sebab itu Imam al-Ghozali mengkategorikan orang puasa itu ke dalam tiga kelompok:

1. Orang yang hanya mempuasakan mulut dan kemaluannya, yaitu sekedar tidak makan, tidak minum dan tidak mengumpuli istri di siang harinya. Ini jenis puasanya orang awam, yaitu kebanyakan manusia.

2. Berpuasa dengan kategori di atas dan ditambahkan dengan mempuasakan organ tubuhnya yang lain; yaitu mulutnya tidak menyakiti orang, matanya tidak memandang yang haram, telinganya tidak mendengar yang buruk, kemaluannya dijaga dari perkara yang dimurkai oleh Allah. Ini disebut puasanya orang khusus.

3. Berpuasa dengan 2 kategori di atas, namun masih ditambah lagi dengan mempuasakan hati dan pikirannya. Hatinya selalu dijaga dan dibersihkan dari segala niat buruk dan pikirannya hanya tertuju kepada keredhaan Allah. Puasa dalam kategori ketiga ini disebut puasa khususul khusus, puasa yang paling istimewa yang dilakukan oleh orang-orang yang paling istimewa.

Maka jika puasa kita bisa sampai pada derajat ketiga dan demikian itu yang kita fahami dan kita laksanakan, maka in sya Allah sukses dunia dan akhirat akan benar-benar kita raih. Jama’ah Jum’at yang berbahagia Kedua: Tarbiyyah (Pendidikan Jiwa) dalam arti Tarqiyyah (Peningkatan Diri): Setiap tiba Ramadan, di antara spirit yang paling menonjol adalah semangat peningkatan kebaikan diri kepada yang lebih baik.

Semangat inilah yang diselalu ditunjukkan oleh Baginda Rasulullah, Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Nasa’iy, bahwa “Rasulullah, saw. adalah manusia yang paling dermawan dan semakin dermawan lagi ketika bertemu denga Jibril, dan pertemuannya itu pada setiap malam di bulan Ramadan untuk tadarus al-Qur’an.” Sehingga Ibnu Abbas mengatakan, ketika bertemu Jibril itu Rasulullah bertambah kedermawanannya melebihi hembusan angin.” (Hr. An-Nasaa’iy)

Sifat kedermawanan Rasulullah, saw. itulah yang diikuti oleh salafus sholih, terutamanya di bulan Ramadan. Sebagaimana yang diriwayatakan tentang Imam Syafi’iy, bahwa beliau ketika di bulan Ramadan menambahkan kuantitas dan kualitas shodaqahnya karena mengikuti sunnah Rasulullah, saw. Para salafus sholih berusaha untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan peningkatan ibadah dan akhlaqnya. Bahkan mereka bersikap seakan-akan itulah bulan Ramadan terakhir bagi dirinya. Islam sangat menganjurkan peningkatan kebaikan dan perbaikan diri di setiap waktu. Apalagi di bulan Ramadan, semangat yang sama harus ditingkatkan.

Di antaranya adalah perlu meningkatkan amal lahir kita kepada amal batin, serta amal ibadah menjadi amal yang berpengaruh langsung dengan akhlaq kita. Imam alGhazali menyebutnya itu sebagai rahasia puasa dan syarat-syarat batiniyah bagi orang yang berpuasa. Di sini diringkas menjadi tiga amalan:

1. Menjaga pandangan mata, lisan dan telinga dari perkara-perkara yang dimakruhkan untuk dipandang, diucapkan dan didengarkan apa lagi memandang, mengucapkan dan mendengarkan perkara-perkara yang diharamkan. Sebab itu semua bisa mengeruhkan hati dan mengganggu pikiran.

Allah berfirman: ِ ۚ ا ِ َّ ٌِ لْ عِ ََ بِهِ َس لَ ْ ي ا لَ َ ُف م لَا َتْق َ لا َ ْس و ُئوً ُه م ََ َكا َِ َعْن ِ ئ َٰ ولَ ُ ُّل ا َد كُ ُفَؤا ْ ال َ َ و َ َهَّ ب ْ ال َ َّس ْمَع و ال “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (al-Isra’: 36)

2. Menjaga anggota badan yang lain seperti tangan, kaki dan perut dari perkara-perkara syubhat apalagi yang jelas-jelas diharamkan. Seperti ketika sedang berpuasa, makanan halal saja tidak kita makan, apalagi makanan haram. Maka sikap seperti ini harus kita bawa sampai di luar bulan puasa. Sebagaimana tadi dikatakan oleh Syaikh Muhammad al-Ghazali, jika setetes air saja kita jaga agar tidak masuk ke tenggorokkan kita karena takut batal puasa, apalagi uang haram. Sepatutnya, harus lebih kita takuti dan kita hindari.

3. Puasa harus meningkatkan kedekatan dan ketundukan kita kepada Allah bukan kedekatan dan ketundukan kita kepada nafsu dan syaitan. Sebab tujuan puasa adalah melatih nafsu dan menguasainya, serta tidak membiarkan kekuatan syahwat dan setan mengusai diri kita. Maka jangan sampai puasa kita menjadi ajang balas dendam dengan makan dan minum tanpa kendali. Karena berlebih-lebihan dalam makan dan minum, apalagi sampai tembus dada, di mana hati kita bersemayam -- menurut Imam al-Ghazali -- akan menjadi pendinding dari pertolongan alam malakut, (yaitu malaikat yang membimbing kita). Dan, dalam waktu yang sama akan menguatkan kekuatan syahwat dan setan untuk mengusai diri kita.

Padahal Allah, SWT. telah mengingatkan kita : يَِّ ] الحَّج َّسعِ ا ِلَى َعَذا ِب ال يهِ َ ْهدِ ي َ ُه و ُّ ِضل ُ ُه ي َّ ن َفا ُ اه َّ ل َ َن َتو ُه م َّ ن ا ْهِ َب َعَلي كُت 4ِ ] "Yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka.” (al-Hajj: 4)

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Ketiga: Tarbiyyah (Pendidikan Jiwa) dalam arti Wiqayah (Penjagaan Diri): Sebagaimana pekerjaan para petani: jika telah membersihkan tanamannya dari tanaman pengganggu; telah memupuk tanahnya agar berkembang dan meningkatkan pertumbuhan tanamannya; maka mereka akan selalu menjaga tanamannya dari serangan hama dan merawatnya dengan sepenuh hati. Karena di situlah ada harapan dan kebahagiaannya. Sama halnya dengan orang yang berpuasa. Ketika selama sebulan penuh, dia telah membersihkan dirinya dengan berbagai amalan ibadah; telah meningkatkan kualitas diri dengan amalan-amanal lahir dan batin. Maka tentu saja mereka tidak akan membiarkan usahanya itu sia-sia. Setelah apa yang dilakukannya itu, akan rugilah jika segala amalnya tidak membawa kebaikan dan mnfaat untuk kehidupannya. Harapan tertingginya adalah dia bisa terjaga dari api neraka.

Dan memang itulah tujuan Allah mensyariatkan berpuasa:

تُقو َِ َّ َّ ُم ِْ َت ل َ ل )البقَّ 381َ )ع “agar kalian bertaqwa.” atau kamu terjaga dari murka Allah.

Maka setelah kita berpuasa, ditarbiyah dan digembleng selama satu bulan Ramadan, bekas-bekas kebaikannya harus tetap dipertahankan dan dijaga. Dan sarana untuk menjaga semua amal usaha kita agar tidak sia-sia adalah bertaqwa kepada Allah, Swt.

Tentang orang berpuasa yang telah mencapai derajat ketaqwaan itu, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’diy, menyebutkan lima perkara:

1. Menjadi manusia yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya

2. Menjaga makan dan minum dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah

3. Mempersempit gerak setan dalam dirinya dengan tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum

4. Mudah menjalankan amal-amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah 5. Mempunyai empati dan simpati kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan

Jama’ah Jum’at yang berbahagia

Kita berharap semoga puasa kita benar-benar perpengaruh dalam kehidupan kita dan menjadikan kita sebagai manusia yang dibersihkan dengan ampunan Allah, meningkat dengan kebaikan akhlaq dan terjaga dengan ketaqwaan kita kepada Allah, Swt.

Files
Perusahaan Grup Astra
Pamapersada Nusantara
Wilayah Grup Astra
Samarinda, Bontang & Kutai Timur (Kalimantan Timur)