AHMAD BARA PERSADA

Andika Dwi Saputra • 15 April 2021

Dering Alarm pukul 04.45 yang terdengar melalui seluler di meja samping ranjang telah berdering, getarannya pun mengoyak sisa mimpi mimpi malam ini. Seolah mendapat Instruksi segera, mulailah otak ini berusaha melakukan sinkronisasi terhadap anggota tubuh untuk memulai aktifitas Pagi.

Meski dengan tubuh sedikit gontai, ku ambil handuk yang digantung pada kapstok kayu di tembok belakang pintu. Berjalan menuju kamar mandi dengan handuk tersampir dibahu dan sedikit mengucek mata memperjelas pandangan yang masih agak kabur.

Seperti hari hari biasanya, Pagiku dilingkungan Mess memang begitu syahdu dan menyejukkan. Ditemani Kicauan Burung, Harumnya bunga bunga hutan yang begitu khas ,bahkan suara-suara hewan yang jarang kudengar kala dikampung pun menjadi hal yang lumrah disini.

Setelah mandi pagi, mengenakan seragam kerja dan menyemprotkan parfum aroma coklat kesukaanku. Kini saatnya bergegas menuju masjid guna melaksanakan Sholat Subuh berjamaah. Berbarengan dengan teman sekerja,meniti setiap tangga berundak dan jalan yang masih agak remang menjadi rute wajib kami menuju masjid. Anggap saja olahraga pagi sebelum beribadah. Sehatnya dapat, Insya Allah pahalanya pun dapat.

Jejeran bus bus karyawan yang terparkir rapi dekat halte, satu per satu mulai menyalakannya mesinnya. Pertanda aktifitas mengantarkan karyawan menuju tambang pun segera dimulai. Bus karyawan yang sudah didesain khusus pada masa pandemic ini,membuat karyawan harus mematuhi beberapa aturan. Sebelum memasuki bus, setiap karyawan harus masuk pada bilik sterilisasi dan pengecekan suhu. Ketika didalam bus pun kursinya diatur berjarak satu sama lain. Penggunaan Masker dan pemakaian hand sanitizer pun selalu diingatkan oleh Bapak supir sebelum membawaserta para karyawan menuju lokasi kerja.

Kuhempaskan badanku pada kursi empuk yang terletak dibelakang Bapak pengemudi bus. Kusandarkan punggung dan kepalaku sehingga bisa nyaman selama perjalanan nanti. Tak lama, Pak Supir mulai membunyikan klakson dua kali, menarik tuas transmisi dan mengopernya ke speed 1, perlahan bus pun berjalan menyusuri rimbunnya pepohonan revegatasi.

Kabut pagi yang masih tebal disertai embun yang terlihat masih membasahi dedaunan dan jalaran tanaman rambat disepanjang tanggul pinggiran jalan, menunjukkan awal kerja ku masih sangat pagi jika dibanding orang – orang yang bekerja dibeberapa gedung pencakar langit di Kota metropolitan sana. Pada jam digital diselulerku pun, belum menunjukkan angka 06.00 , ya baru menunjukkan pukul 05.50 pagi. Sembari melihat Jam, terlihat ada pesan masuk. Yang ternyata adalah dari Sang Istri yang ada diseberang Pulau nun jauh disana.

Assalamualaikum Abi.. Selamat Pagi, Semangat ya Kerjanya. “ Pesan dari istri yang dibalas dengan emot icon “ Love “ oleh sang suami.

Para Anak rantau tentu sangat tahu betapa beratnya menahan rindu dengan orang – orang tersayang. Apalagi jika sang istri nyatanya dalam kondisi hamil besar. Ada rasa kebimbingan terhadap peranan diri, mana yang harus diprioritaskan. Memilih untuk selalu mendampingi Istri seperti layaknya suami siaga yang lain atau tetap bekerja meski berjauhan yang memang menjadi kewajiban suami dalam menafkahi keluarga.

Kondisi berjauhan dengan Istri tentu bukan keinginan kedua belah pihak, tapi keadaanlah yang memaksa. Sebagai Anak Sulung yang menjaga Orang tua yang mulai renta, sebenarnya menjadi alasan kuat kami memilih hubungan jarak jauh ini. Rasanya, Ini adalah alasan yang sangat kuat bagi kami untuk tetap bertahan dalam hubungan yang demikian. Akan tetapi, tetap saja rasa kangen dan kerinduan untuk selalu hidup bersama selalu hadir diantara kami.

Bunyi klakson tiga kali dan alarm mundur yang berbunyi membuyarkan lamunanku sepanjang perjalanan di dalam bus tadi. Setelah Bus memarkirkan Unit dengan posisi mundur, dan Bapak supir mematikan mesinnya. Satu per satu karyawan mulai turun dari bus dan menyebar ke area kerja masing-masing.

Kubuka lagi selulerku untuk melakukan absensi masuk kerja melalui aplikasi “1Pama”. Selain untuk absensi kerja, Kami karyawan Pama biasa menggunakannya untuk berbagai aktifitas pekerjaan. Bahkan untuk meminta rujukan pemeriksaan kehamilan Istri di rumah sakit saja sangat bisa.

Sesampai Lokasi kerja, ku ganti baju travel abuku dengan baju kuning setelan celana jeans dan helm Proyek yang standar. Kali ini, Mentari mulai tak malu menampakkan pancarannya, menemani Dozerku yang sudah terparkir di workshop untuk aktifitas periodical service. Semangat kerjaku hari ini seperti biasa, tetap menggebu dan penuh energi. Tapi memang tak bisa dipungkiri beberapa kali harus menepi dari pekerjaan karena harus menerima telepon dari Istri.

Sudahlah, ga usah dipaksakan sok kuat. Kalau mau ijin ya ijin saja, daripada kaya gini. Ga fokus kerjanya, kita temenmu ini yang hancur, harus back up kerjaanmu terusSeloroh rekan kerjaku yang tetiba menaikkan emosi disaat kumulai lagi bekerja setelah menerima telepon tadi.

Dia adalah Ahmad, Rekan kerjaku yang sangat terkenal dengan kata-kata pedasnya. Sudah banyak orang yang sakit hati padanya. Seperti tak ada filter terhadap apa yang diucapkannya, layaknya tak punya rasa dalam hatinya. Akan tetapi, sebenarnya bagi saya, Ahmad adalah sosok yang memiliki pendirian yang kuat terhadap apa yang menjadi prinsip hidupnya. Sehingga sudah bukan hitungan jari lagi, berapa banyak ku berdiskusi dan curhat masalah pekerjaan dengannya.

Kamu tuh ga tahu posisi saya. Saya ini bingung, galau, ga tahu, semua campur aduk. Ga biasanya Istriku sesering ini menelponUngkapku sambil menahan emosi yang hampir meluap, karena bagaimanapun Ahmad adalah sahabat baikku.

Melihat ekspresi dan caraku menjawab tetiba rekan kerjaku ini membekap tubuhku dan menepikan ku dari lokasi kerja.

Ternyata, Ahmad berusaha meyakinkanku bahwa kita semuanya perantau disini, adalah Saudara. Dia menginginkan ku bisa terbuka dan berbagi cerita dengannya, bukan hanya masalah pekerjaan saja. Sehingga apa yang menjadi beban pikiran tidak terlalu berat dipikul sendiri.

Rasanya terharu sekali. Dibalik kegarangan dia, bahkan, seperti tak ada jiwa pengayom dalam dirinya. Ternyata ada sikap empati dan solidaritas yang sangat tinggi. Akhirnya saya bercerita mengenai kondisi istri saya yang sudah mendekati hari perkiraan lahir. Sang Istri yang selalu menginginkan sosok suami disampingnya. Ku ceritakan semua yang menjadi kegundahan ku selama ini.

Tetiba, Sontak dibuat kaget melihat Ahmad yang berkulit legam, memiliki struktur rahang yang begitu keras dan tegas mengusap air matanya yang tak sengaja menetes mendengar setiap detail ceritaku. Ku kira ini bukan cerita yang terlalu menyedihkan untuk tampang seperti dia.

Belum selesai keherananku terhadapnya, dia pun bercerita tentang pengalamannya yang kurang lebih sama dengan apa yang kualami. Ahmad pun  memberi saran bahwa satu-satunya Tindakan yang harus dilakukan saat ini adalah berdiskusi dengan atasan untuk mendapatkan jalan terbaik. Hati ku pun mengiyakan dan Kembali haru merasakan syukur yang sangat karena memiliki rekan kerja yang sudah seperti saudara layaknya Ahmad ini.

Ku langkahkan kaki meski sebenarnya agak ragu. Tapi, baru beberapa kaki melangkah, istriku telpon lagi jika sepertinya sudah sangat dekat waktunya dia melahirkan. Segera ku tutup telepon dari Istriku, ku simpan baik baik seluler dalam tas kecil di pinggangku dan bergegaslah ku penuh pasti ke atasan untuk meminta ijin segera pulang kampung.

Setelah berdiskusi dengan atasan dan menceritakan segala perihalnya. Atasan pun begitu support dan membantu urusan ini begitu sigap dan tanggap. Semua urusan Administrasi hingga pemesanan tiket untuk kepulanganku pun langsung diurusnya. Alhamdulillah semua prosesnya begitu cepat.

Kusempatkan balik lagi ke lokasi kerja, Pikirku untuk menyelesaikan pekerjaanku yang belum tuntas. Ternyata semua telah diselesaikan oleh team,yang dikomandoi oleh Ahmad. Ku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan kerja ku yang sangat support dan empati. Ku ijin kepada mereka semua jika saya harus pulang kampung segera karena Istri hendak melahirkan.Ku selalu berharap doa mereka menyertai.

Singkatnya, pulang sampai rumah dan menemui istriku yang hendak perjalanan menuju rumah sakit. Ku titipkan koper di tetangga rumah,dan langsung bergegas ikut serta mengantar istri ke rumah sakit. Tak lama sampai rumah sakit, Lahirlah bayi laki laki yang lucu nan sehat. Rasa Syukur, haru dan bangga bisa mendampingi istri hingga persalinannya selesai, sehat dan selamat.

Setelah memberikan Adzan dan Iqomah terbaik pada telinga kanan dan kiri sang buah hati. Ku berbisik dalam hati kepada diri sendiri, semua ini terjadi karena orang orang di sekelilingku yang begitu mensupport dan sangat peduli.

Dengan mengucap bismillah, Anak ini kami beri nama “ AHMAD BARA PERSADA “.

Perusahaan Grup Astra
Pamapersada Nusantara
Wilayah Grup Astra
Samarinda, Bontang & Kutai Timur (Kalimantan Timur)