Di  Antara Persimpangan Jihad

 

            Saat itu tepat hari Sabtu tanggal 6 Januari 2018 istriku dalam keadaan sakit di rumah dengan kondisi cukup memprihatinkan bagi keluarga saya. Dengan kaki, tangan  dan muka pada bengkak. Sakit yang dideritanya terjadi dari pengaruh satu tahun sebelumnya istri dirawat di salah satu Rumah Sakit di daerah Bekasi yang tidak jauh dari rumah , sekitar 10 menit waktu dibutuhkan dengan mengendaraai motor (mobil) untuk mencapai Rumah Sakit tersebut. Saat itu istri di vonis dokter penyakit dalam ada pembengkakan jantung.

            Selama habis perawatan sampai hari ini memang istri jarang Kontrol ke dokter secara disiplin dikarenakan saat perawatan di rumah sakit itu mendapatkan doker yang tidak sesuai karakternya ( dokter yang galak dan tidak lemah lembut yang bisa menyelami jiwa pasien). Istri mendapatkpan resep obat jantung dan darah tinggi dari dokter spesialis dokter penyakit dalam. Karena istri trauma ketemu dengan dokter makan obat yang dikonsumsinya secara rutin resep dari awal dengan dosis yang mungkin cukup tinggi saat perawatan. Pengaruh dari itu istri akhirnya tetap minum obat dengan pesan dari kantor secara rutin dengan mengabaikan dosis dan tidak kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam seharusnya yang setiap habis obat.

Seiring dengan jalan waktu selama satu tahun kemudian jatuh sakit tetapi istri tidak mau dibawa ke rumah sakit, karena trauma saat di rawat dan trauma ketemu dokter, akhirnya saya memanggil dokter Puskesmas yang juga kebetulan buka klinik dan kami udah kenal dengan beliau untuk datang mengecek kondisi istri, dan beliau menyarankan istri harus dirawat tetapi istri tidak mau. Akhirnya setelah dirayu dan dinasehatin sama dokter dan tetangga akhirnya dirawat di rumah sakit yang saat sakit pembengkakan jantung.

            Setelah menjalani perawatan tepat minggu pagi tanggal 7 Januari 2018 saya dipanggil ke ruangan dokter piket dan  istri divonis gagal ginjal . Mendengar berita itu bagaikan disambar petir, betapa lemas,  lemah lunglai  badan saya dan sambil meneteskan air mata sambil mengucap Astaghfirullah “Ya Allah begitu berat sakit yang diderita istriku Yaa Allah” karena harus cuci darah seminggu dua kali.  Malam itu juga istri dilakukan tindakan cuci darah yang pertama. Air mata deras membasahi pipi melihat kabel begitu banyak menyambung dengan mesin cuci darah dengan lengkap dengan tombol tombol medis  istri saat dilakukan tindakan cuci darah . Yang kulakukan hanya bibir memperbanyak istighfar dengan didampingi anak saya yang kedua karena anak saya yang pertama kuliah di Semarang dan kebetulan sedang proses skripsi sehingga tidak saya kasih tahu takut mengganggu proses skripsi.

Kebetulan tanggal 8 Januari adalah dead line pelaporan keuangan (Astra Package) ke Pusat dan menjadi tanggung jawab saya, dengan hati yang berat antara istri dan tugas kantor yang saya dipikul harus dijalankan.. maka hari itu saya harus melaksanakan tugas kantor dengan meninggalkan istri dirawat yang sedang dirawat, kebetulan istri tahu dan paham mengijinkan meninggalkan ruang tunggu untuk melaksanakan tugas kantor walau anak kedua saya yang masih SMA menggantikanku yang seharusnya saya disampingnya.

             Seiring dengan waktu istri melakukan rawat jalan dengan cuci darah seminggu dua kali dan jatuh hari Rabu dan Sabtu dengan jadwal jam 12.00 secara rutin .

Dua bulan berjalan melakukan perawatan dengan berat hati kami informasikan ke anak saya pertama yang kuliah di Semarang, dengan rasa cemas dan menetestkan air mata saya telpon dengan bicara “ Mbak maaf abi harus menyampaikan ke mbak ya Mbak yaa, tapi mbak harus kuat… harus kuat… dan tabah …bahwa umi udah dua bulan sakit gagal ginjal ,mbak…..

Anakku begitu kuat imannya dan menerima takdir penderitaan uminya Alhamdulillah kebetulan anak pertama sebelumnya sekolah di pondok pesantren dan aktif di Rois Kampus di UNDIP.

Perawatan cuci darah di hari kerja menjadi kendala saya untuk bisa mendampingi dan mengantarkan istri ke Rumah Sakit karena saya sebagai karyawan perusahaan harus masuk kerja dan harus bertanaggung jawab sesuai dengan job saya. Tetapi Alhamdulillah di lingkungan kerja dan atasan saya juga mendukung secara moril ,akhirnya setiap hari Rabu saya kerja setengah hari ijin untuk menjemput ke Rumah Sakit dari Cuci darah dan Alhamdulillah saya dikelilingi tetangga yang baik,  untuk berangkat cuci darah ke Rumah Sakit didampingi tetangga , sampai saya datang ruang cuci darah (Hemodialisa) di waktu saya pulang kerja.

            Di akhir bulan Februari saat saya sudah berangkat kerja yang setiap hari jam 04.00 dari rumah demi menghindari macet dan sampai kantor sekitar jam 05.00 an dan saat itu kondisi istri baik-baik saja. Pada hari itu kebetulan ada Rapat Tahunan Anggota  Koperasi dengan agenda pembagian Sisa Hasil Usaha kebetulan saya menjadi salah satu pengurus bagian transfer ke anggota.Kebetulan  keputusan hasil rapat harus dibagikan saat hari itu juga. Sebelum pertemuan saya udah saya persiapan giro untuk proses transfer.

Namun di saat pertengahan rapat ada telpon dari rumah kalau istri dilarikan karena kondisi ngedrop. Sambil nunggu keputusan rapat saya  mempersiapkan ijin pulang cepat untuk menuju Rumah Sakit..Astaghfirullah ternyata malam harinya istri saya dimasukkan ICU dengan dipasang ventilator dan oksigen.

Kalau pekerjaan urusan uang dan karyawan tidak bisa ditunda, maka pagi harinya saya meninggalkan Ruma Sakit sebentar demi membuat giro untuk Keuntungan Hasil Usaha Koperasi buat anggota karena sesuai keputusan harus ditransfer satu hari setelah rapat Anggota, kebetulan anak saya yang pertama saya ada rumah dan bisa menggantikan sebentar menunggu ruang ICU walaupun di perjalanan saya pikiran tidak tenang dan was was dengan kondisi istri.. tapi dalam hati saya pasrahkan semua kepada Allah SWT karena tugas kantor yang selama menjadi sumber hiduap kami juga perlu diutamakan.

            Di saat kondisi istri masih dan menjalankan rutin cuci darah seminggu dua kali, pada tanggal 05 Mei 2018 anak pertama saya di wisuda di Undip Semarang. Karena hal tersebut akhirnya saya berangkat membawa mobil didampingi putri kami yang yang ketiga dan kebetulan ibu mertua ikut sekaligus antar pulang ke Klaten yang sebelumnya menemani anaknya yang sedang sakit.Dan anak saya yang kedua yang menemani uminya di rumah , kami dikasih amanah anak tiga dan mujahidah semuanya. Sebelum berangkat sebenarnya tetangga dan teman-teman kerja disarankan membawa sopir, tetapi karena pertimbangan financial dan selama perawatan membutuhkan biaya cukup besar akhirnya dengan Bismillah kami bawa mobil sendiri  pulang pergi Bekasi ke Klaten lanjut Semarang dalam 3 hari dengan waktu singkat karena kami harus mendamping istri yang masih sakit.

Suatu kebanggaan orang tua dan wisudawati  kalau saat pengalungan tanda lulus disaksikan seluruh keluarga Abi, Umi dan adik- adiknya, tapi uminya yang seharusnya ada di tengah tengah saat wisuda kami dan anakku yang ketiga betapa sedih dan pecah menangis meneteskan air mata dengan terbayang istri sedang berjihad dengan sakitnya,  dimana  saat prosesi wisuda anakku, uminya  tidak bisa menyaksikan keberhasilan anak lulus Sarjana di sebuah Universitas Undip Jurusan Matematika yang dibanggakan.

            Selesai di wisuda kelengkapan keluarga terasa dengan kembalinya anak pertama saya tinggal di Bekasi. Dengan begitu anakku bisa membantu uminya mengantar ke Rumah Sakit untuk cuci darah seminggu dua kali.

Di awa bulan awal minngu kedua  istri mengalami drop dan masuk perawatan dan masuk ICU lagi sampai dua minggu . Kami Berempat bersama sama siang malam menjadi di ruang tunggu kusus pasien ICU dan pas awal menjelang puasa kondisi istri sudah membaik sudah keluar dari ICU dan masuk ke perawatan biasa.

Hari pertama puasa kita sekeluarga buka bareng di ruang perawatan sambil nunggu saya pulang kerja langsung ke Rumah Sakit. Rasa syukur anak-anak ceria karena melihat uminya kondisinya udah membaik dan akan bisa pulang ke rumah berkumpul kembali .

Di hari kedua masih tidak beda suasana sebelumnya hati anak-anak kami senang dan ceria dan ditambah bibinya juga ikut nimbung buka bersama di ruang perawatan.

Hari sabtu sore puasa ramadhan ketiga tanggal 18 Mei 2018 habis selesai buka bersama kita dikagetkan dengan istri mendadak langsung denyut jantung berhenti dan langsung diambil tindakkan medis dimasukkan ke ICU untuk pasang alat bantu jantung dan oksigen dengan persetujuan keluarga sebelumnya. Tepat pukul 19.30 istri dinyatakan meninggal dan kebetulan semua keluarga dan adiknya lengkap ada di rumah sakit.

Karena almarhum istri sudah berpesan minta dimakamkan di Klaten, dan saat itu kebetulan Manager Personalia besuk ke Rumah sakit  dan beliau yang mengurusin ambulance Amaliah Astra untuk siap mengantar jenasah ke Klaten.

Sebelum dibawa ke Klaten, jenazah disemayamkan ke rumah dulu dan yang membuat menesteskan air maata semakin haru begitu luar biasa dan membludak pentaziah yang datang dan mensholatkan dari rekan kerja, lingkungan rumah tangga  kebetulan saat itu masih menjabat Ketua RT dan dekat perumahan perkampungan dan teman-teman dakwah di ranting Desa saya dan ketinggalan dari teman-teman sekolah anak anak saya.

Selamat jalan Umi….untuk menghadap Rabb mu,  Kami sekeluarga sudah berusahan semaksimal merawatmu di rumah sakit, ruangan Hemodialisa dan di rumah selama lima bulan dengan penuh perjuangan saat umi menderita sakit. Masuk Perawatan di Rumah Sakit setiap bulan dan kami suami dan anak-anakmu tidak lelah untuk menunggui dan merawatmu  kala di rumah dan rumah sakit dan Setiap Rabu saya tidak tidak mengantarmu ke Rumah Sakit tapi abi bisa menjemputmu ke Rumah Sakit  karena saya harus kerja dan ijin setengah hari, ini kulakukan setiap hari rabu harus ijin, saya sebagai karyawan harus bertanggung jawab dengan tugas saya dan tidak menggabaikan tugas suami merawat di saat istri sedang sakit..

Perusahaan Grup Astra
Gaya Motor
Wilayah Grup Astra
Jadetabek