Belajar Syariah via Artificial Intelligence, Apakah Boleh?
Ustadz Menjawab
Hari/Tanggal : Sabtu, 10 Agustus 2024
Ustadz : Dr. Oni Sahroni
==================
๐๐๐ธ๐๐๐ธ๐๐๐ธ
ุงูุณูุงู ุนูููู ูุฑุญู ุฉ ุงููู ูุจุฑูุงุชู
Ustadz... Saya mau bertanya, salah satu fasilitas teknologi yang memudahkan adalah fasilitas artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Dengan AI, seseorang bisa belajar atau ngaji di mana saja dan kapan saja dan mendapat kesimpulan data tanpa harus mengkaji dan menghimpun dari banyak website. Nah, jadi bagaimana tuntunan syariah terkait ngaji lewat AI? Mohon penjelasan Ustaz. --Amir, Jakarta
Jawaban
========
ูุนูููู ุงูุณูุงู ูุฑุญู ุฉ ุงููู ูุจุฑูุงุชู
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa agar kesimpulan ihwal ketentuan hukum pemanfaatan AI sebagai sarana belajar dan mengaji ini benar, maka terlebih dahulu harus dijelaskan apa itu AI (artificial intelligence) agar kesimpulan hukumnya benar dan sahih.
AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) merupakan teknologi yang dirancang untuk membuat sistem komputer mampu meniru kemampuan intelektual manusia. Di antara kelebihan AI adalah kemudahan dan efisiensi dalam pembelajaran mandiri. Sedangkan kekurangannya adalah ketergantungan pada data dan keterbatasan pemahaman konteks.
Ihwal belajar syariah via AI itu boleh atau tidak, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, AI itu tidak bisa menjadi rujukan dalam ilmu agama, termasuk ilmu syariah seperti referensi dalam fatwa dan halal haram, tafsir ayat Alquran, penjelasan hadis, ketentuan tentang akhlak atau adab, tentang akidah, dan tentang keluarga.
Hal ini karena [a] salah satu karakteristik AI adalah AI menyajikan data siap saji, di mana AI akan meramu, mengumpulkan, dan merangkai kesimpulan sendiri dari berbagai data yang tersedia dalam sistem.
Misalnya, pengguna AI ingin mendapatkan pandangan terkait cashback menurut syariah dan memasukan kata kunci ustaz tertentu di AI. Maka yang akan muncul bukan penjelasan seorang ustaz tersebut yang di-copy paste atau diminta merujuk pada link media sosial ustaz atau konten ustaz tersebut beserta tautannya, tetapi yang ditampilkan adalah kesimpulan versi AI terhadap penjalasan ustaz tersebut sesuai dengan data yang tersedia dan disusun oleh sistem atau teknologi AI.
Karena penjelasan ihwal agama dan syariah itu telah disimpulkan oleh teknologi IA sehingga terpapar risiko keliru dan salah menyimpulkan.
[b] Sebagaimana firman Allah SWT,
"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.โ (QS al-Hujurat: 6).
[c] Juga sebagaimana Hasil Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (NU) 2023 menetapkan bahwa menanyakan keagamaan kepada AI boleh, tetapi haram menjadikannya sebagai pedoman yang diamalkan.
Kedua, sebagai alternatif. [1] Merujuk langsung kepada sumber media sosial seperti website dan Youtube dari lembaga atau guru yang terpercaya.
[2] Idealnya belajar ilmu agama itu dengan tatap muka dan bertemu langsung (talaqqi dan mujalasah) dengan guru agar bisa mendapatkan penjelasan langsung dari para ahli yang amanah dan bisa paham karena ada interaksi mendengarkan langsung dan tanya jawab.
Karena (a) belajar langsung dari para ahlinya itu tradisi para salafus as-shalih ulama dan ahli di bidangnya yang telah melakukan hal ini. Di mana mereka mendapatkan ilmu dengan metode talaqqi, yaitu belajar langsung secara tatap muka dari gurunya (yang ahli di bidangnya) sehingga terjadi diskusi, tanya jawab, validasi hingga setiap informasi yang didapatkannya itu valid dan kontennya terhindar dari distorsi.
(b) Seperti tradisi yang dilakukan oleh para salaf as-shalih, seperti Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Ayyub al-anshari, dan Saโid bin Zubair yang memilih ahli dan tempat belajar sebagai sumber ilmu dan pembelajaran (Minhaj as-Shalihin Fi al-Adab al-Islamiyah, hal 100).
Ketiga, walaupun demikian, AI dapat menjadi referensi pembantu untuk informasi sebagai data permulaan, selanjutnya harus dirujuk kepada referensi atau situs aslinya.
Jadi, AI ditempatkan secara proporsional yaitu sebagai alat bantu sehingga perlu divalidasi saat ada yang perlu validasi, dan tidak menghapus kewajiban untuk bertanya, wawancara, dan belajar langsung dari para ahlinya.
Karena [1] walaupun AI itu fitur atau alat yang netral, ia menjadi halal atau boleh saat konten dan peruntukannya itu tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan memudahkan dalam pencarian konten informasi kebaikan.
Sebagaimana kaidah;
ููููููุณูุงุฆููู ุญูููู ู ุงููู ูููุงุตูุฏู.
โSarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya."
(2) Juga memanfaatkan sarana modern seperti AI itu dianjurkan (al-istiglal al-amtsal) sebagaimana kaidah atau ungkapan hikmah;
ุงููุญูููู ูุฉู ุถูุงูููุฉู ุงูู ูุคูู ููู ููุญูููุซู ููุฌูุฏูููุง ูููููู ุฃูุญูููู ุจูููุง
โHikmah adalah barang yang hilang dari tangan seorang muslim. Maka jika dia menemukannya dia lebih berhak mengambilnya kembali."
Wallahu A'lam.
Sumber:ย Konsultasi syariah Republika Online, 30 Juli 2024
๐๐๐ธ๐๐๐ธ๐๐๐ธ
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
Follow IG MANIS : http://instagram.com/majelismanis
๐ฑInfo & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
๐ฐ Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa
An. Yayasan Manis
No Rek BSI : 5512 212 725
Konfirmasi:
wa.me/62852-7977-6222
wa.me/6287782223130